AQIDAH TAUHID.

Pengertian Aqidah Tauhid
Aqidah berarti kepercayaan, dan tauhid berarti mengesakan Allah. Pada dasarnya semua manusia itu bertauhid kepada Allah, hal ini karena diciptakannya manusia itu dalam kondisi fithrah, yaitu ia telah diberi potensi aqidah tauhid dalam hatinya, dalam perjalanan hidupnya kemudian aqidah tauhid ini bisa berkembang menjadi semakin kuat karena ilmu atau tenggelam ke dalam hati yang terdalam,lantaran kejahiliyahannya, tetapi potensi aqidah tauhid yang berupa kepercayaan adanya Tuhan yang maha Esa sebagai dzat yang maha Kuasa, Pencipta segalanya, yang menjadikan bencana dan berkuasa menyelamatkan manusia.itu tetap ada di dalam hatinya, Karena itu pada dasarnya semua manusia itu mempunyai aqidah/.iman.
Ketika kebutuhan hidupnya serba terpenuhi, aman dari berbaga ancaman bahaya, ia lupa bersyukur kepada Dzat yang memberi nikmat, hingga ia menjadi kufur, maka aqidah tauhidnya semakin terdesak ke relung hati yang terdalam hingga tidak tampak mempengaruhi gaya hidupnya, hal ini menunjukkan bahwa lemahnya aqidah tauhid itu dipengaruhi keledzatan kehidupan duniawiyah yang serba ena. Maka Allah menjadikan bala’/azab dengan maksud untuk mengingatkan agar manusia mau bertaubat dan kembali pada tuntunan agama yang diridhainya.
Disaat manusia mengalami bala’ yang mengancam keselamatannya, maka tiimbullah kepanikan dan kekuatiran, saat itu muncullah aqidah tauhidnya yang bersih (ihlas) yang tadinya sudah tenggelam di lubuk hatinya, ia yakin bahwa tidak ada kekuatan apapun yang dapat menyelamatkannya, selain pertolongan yang maha Kuasa. Aqidah tauhid yang semakin menguat ini mendorongnya untuk memohon kepada yang Maha Tunggal yaitu Allah SWT hingga ia berdoa memohon keselamatan seraya berjanji bila diselamatkan dari mara bahaya itu ia akan menjadi orang yang bertaubat dan menjadi orang yang bersyukur. Allah menilustrasikan kejadian itu dengan firman-Nya:
Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan. sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), Maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (mereka berkata): “Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan Kami dari bahaya ini, pastilah Kami akan Termasuk orang-orang yang bersyukur”.(QS Yunus ayat 22 ).
Dari ayat di atas jelas bahwa Allah telah memberi nikmat kepada manusia seperti angin misalnya lantaran angin itu manusia bisa berlayar mengarungi samudera luas, tetapi manusia tidak bersyukur atas nikmat Allah itu sehingga Allah mendatangkan bencana dengan angin badai yang menimbulkan gelombang besar hingga kejadian itu menimbulkan kepanikan dan ketakutan pada orang yang tadinya kufur kepada Allah, ketika ia mengalami kesulitan , munculah hati nuraninya yang terdalam yang masih ada aqidah tauhid di dalamnya, maka ia berdoa dengan ihlas hati dan berjanji akan menjadi orang yang bersyukur. Allah berfirman :
Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kezaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. Hai manusia, Sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri; (hasil kezalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kami-lah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS Yunus ayat 23).
Karena keihlasan dan janji berdasar aqidah tauhidnya untuk menjadi orang bersyukur, maka Allah Ta’ala mengabulkan doanya, hingga Allah menyelamatkan dari musibah itu, tetapi sesudah mereka kembali pada habitatnya lupalah ia akan doa dan janjinya untuk menjadi orang yang bersyukur, kemudian ia berbuat mungkar dan maksiyat , maka ia tidak akan bisa mengelakkan diri dari tanggung jawab atas perbuatannya di hari kiamat.
Kehidupan dunia di akhir zaman lebih sering terjadi bencana dibanding pada zaman sebelumnya, bencana dunia disebut ‘adzabul adna artinya siksa yang dekat dan siksa akherat adalah azab neraka (‘adzabul akbar) artinya siksa yang besar, hal itu terjadi seiring dengan banyaknya perbuatan maksiyat yang dilakukan manusia, dan bencana itu mengandung maksud untuk menumbuhkan aqidah tauhid dalam jiwa manusia agar mereka mau bertaubat dan kembali pada tuntunan agama yang diridhai-Nya. Karena itu Allah berfirman :
dan Sesungguhnya Kami timpakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), Mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. As Sajdah ayat 21).
Ayat di atas menjadi dalil adanya perbedaan antara adzab dunia dan adzab akherat, bila adzab dunia maka seorang kafir-pun bisa selamat dari azab itu setelah ia berdoa kepada Allah dengan ihlas dan berjanji untuk bertaubat, siapa tahu sesudah itu ia menyadari dan meninggalkan perbuatan maksiyat, atau ia mengingkari janjinya dan tetap berbuat maksiyat. Bila alternatif kedua yang dipilih maka di akherat ia akan terkena azab akbar (azab yang terbesar) dimana tidak ada lagi yang mampu memberi pertolongan dan menyelamatkan. Bila terkena adzab dunia kemudian mati maka tidak merasakan sakit lagi , tetapi bila terkena azab akherat yang maha dahsyad, tidak mengalami mati, hingga pedih dan beratnya siksaan dirasakan kekal abadi.
Aqidah tauhid yang mencakup 3 unsur iman yang dijamin akan selamat, yaitu pertama, aqidah tauhid yang ma’rifat dalam hati dan aqidahnya itu selalu dominan dalam dirinya, diwaktu lapang atau sempit. Kedua, aqidah tauhid sifat dan asma yang menetapkan Kemaha-Esaannya dan menolak keberadaan selain-Nya, diucapkan sebagai awal ke Islaman seorang hamba dan berfungsi sebagai persaksian (syahadat), dan mengamalkan ucapan-ucapan dengan kalimat yang baik (kalimat thayibat) sebagai peneguh keimanannya dan ketiga adalah aqidah tauhid uluhiyah yang di-amalkan dengan rukun perbuatan sebagai bentuk ketaatan (ibadah) kepada Allah SWT.
Tauhid Rubbubiyyah.
Yaitu keyakinan bahwa Allah Ta’ala adalah Dzat yang memelihara segala yang ada dan tidak ada pemelihara selain Dia. Pemelihara (Rabb) dari segi bahasa berarti yang menguasai, (Al Mudabbir) yang mengurus, yang mengatur, yang menertibkan. Karena itu rubbubiyah Allah Ta’ala atas semua mahluk-Nya adalah keesaan-Nya dalam penciptaan, merajai, dan mengurus atau mengatur urusan mereka.
Tauhid Rubbubiyyah bermakna sebagai pernyataan bahwa Allah ‘Azza wa Jalla adalah pelaku mutlak dalam penciptaan, tidak ada suatu barang yang terjadi dengan sendirinya tanpa adanya kreator /pencipta, dan tidak ada sekutu satupun dalam perbuatan-Nya. Karena itu maka sesungguhnya Allah SWT adalah pencipta langit, bumi dan apa yang ada diantara keduanya, Dialah yang Maha Tunggal dan wajib di-Esakan dalam ibadahnya, Dialah yang tunggal dan pantas dengan sifat kesempurnaan, karena sifat ini tidak ada, kecuali pada Pemelihara semesta Alam. Tauhid Rubbbiyah ini dimiliki semua mahluk, baik manusia, jin dan syetan sekalipun, walaupun mereka mengingkari perintah-Nya. Karena itu syetan berkata:
(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) shaitan ketika Dia berkata kepada manusia: “Kafirlah kamu”, Maka tatkala manusia itu telah kafir, Maka ia berkata: “Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta alam”.(QS Al Hasyr:16.
Dalam cerita Raja Fir’aun, ternyata ia juga mempunyai iman di dalam hatinya yang terdalam, hal itu tampak disaat ia dan pengikutnya mengalami kesulitan karena mengingkari ajakan nabi Musa as, untuk bertaubat dan menscikan diri dari dosa-dosanya, Allah berfirman :
Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah[558] sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa.(QS Al A’raaf 133)
[558] Maksudnya: air minum mereka beubah menjadi darah.
Sesudah mereka mengalami kesulitan yang berat, maka raja Fir’aun dan pengikutnya meminta tolong kepada Nabi Musa agar ia berdoa ntuk menghilangkan bala’ yang terjadi itu, dengan janji bahwa mereka akan beriman dan mentaati syareat agama Allah Ta’ala, Allah berfirman :
dan ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) merekapun berkata: “Hai Musa, mohonkanlah untuk Kami kepada Tuhamnu dengan (perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu[559]. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu dan pada Kami, pasti Kami akan beriman kepadamu dan akan Kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu”. (QS AlA’raaf 134).
[559] Maksudnya: karena Musa a.s. telah dianugerahi kenabian oleh Allah, sebab itu mereka meminta dengan perantaraan kenabian itu agar Musa a.s.memohon kepada Allah.
Kemudian akhir dari riwayat Fir’aun adalah ketika ia mengingkari janjinya, dan mengejar nabi Musa as beserta pengikutnya untuk membunuhnya, hingga mengejar pelarian Nabi Musa dan bani Israel pada jalan di tengah lautan yang terbelah di laut Merah, hingga nabi Musa memukul laut itu dengan tongkatnya, maka seketika lautan itu menyatu kembali, dan Firaun dengan bala tentaranya yang hampir mencapai pantai itu tenggelam, menjelang tenggelamnya Firaun, di saat mengalami sakaratul maut ia sempat mengucap kalimat syahadat, sebagaimana firman Allah SWT :
dan Kami selamatkan Bani Israil dengan melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak Menganiaya dan menindas (mereka); maka ketika Fir’aun hampir tenggelam berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya Termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (Qs Yunus 90).
Syahadat fir’aun ini dtolak langsung oleh Allah dengan firmannya: Apakah sekarang (baru kamu percaya), Padahal Sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu Termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. )”. (Qs Yunus 91)
Tauhid rubbubiyyah adalah mengesakan Allah dengan meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat yang tetap memberikan apa yang diminta manusia meskipun ia dalam keadaan kafir, musyrik, atau munafik, tetapi pemberian dalam masalah harta kekayaan, kedudukan dan kekuatan itu merupakan istidraj, yaitu pemberian yang secara perlahan-lahan tapi pasti akhirnya akan membawa pada kebinasaan dan kehancuran, Allah berfirman :

dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan berangaur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui. (QS Al A’raaf 182).
Allah juga menjelaskan orang yang memandang remeh kehidupan ahirat hingga tidak berdoa untuk kebaikan alam akherat, ia hanya meminta kebakan dunianya saja, sebagaimana firman-Nya:
Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan Kami, berilah Kami (kebaikan) di dunia”, dan Tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. (QS Al Baqarah 200).

Kedua Tauhid uluhiyyah
Yaitu bertauhid kepada Allah dalam bentuk ibadah atau bahwa seorang hamba itu wajib atasnya untuk menghadapkan wajah dengan perbuatannya kepada Allah yang maha Suci kemudian tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun, Allah berfirman :
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. QS. Al Kahfi 110).
Tauhid Uluhiyah adalah tetapnya keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan yang haq (benar), dan tidak ada Tuhan selain Dia, dengan mengesakanNya dalam bentuk ibadah. Ilah adalah suatu yang disembah (ma’bud), dan ibadah dari tinjauan bahasa adalah menurut, menundukkan diri, merendahkan diri. Maka tauhid uluhiyah tidak akan tercapai kecuali dengan ikhlas beribadah kepada Allah semata baik secara ruhaniyah mapun jasmaniyah, dimana tidak ada suatu apapun darinya, kecuali hanya untuk Allah SWT. Karena itu sesungguhnya tauhid uluhiyah mewajibkan agar kita menghadapkan jiwa raga kita kepada Allah semata, dengan berbagai macam bentuk ibadah.
Tauhid uluhiyah ini tidak dapat dicapai kecuali oleh orang-orang beriman dan bertaqwa, serta benar dalam keimanannya, keimanan yang benar adalah iman yang didukung dengan kefahaman (fiqih) terhadap ilmu, dan diaplikasikan dalam bentuk ibadah dan amal saleh dengan dasar ilmu pengetahuan. Ibadah dan amal saleh merupakan bentuk kebaktian setiap mukmin yang dilaksanakan dengan tulus ihlas hanya untk Tuhannya semata, maka tidak menyektukan Allah dalam ibadahnya, sebagaimana misi para nabi dan rasul yang mengajak umatnya untuk itu, sebagaimana firman Allah Ta’ala :
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”.(QS Al Kahfi 110.
Teladan keihlasan ibadah ini dapat kita lihat seperti ucapan nabi ibrahim as yang menjadi bagian dari ayat Quran, Allah berfirman :
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah Termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan. (QS Al An’am 79).
Tauhid Uluhiyah menuntut seorang mukmin untuk mengkaji, memahami, mentaati, mengamalkan dan meyakini syareat Islam, serta memperjuangkannya sebagai hukum tata kehidupan umat manusia, karena tidak beriman secara benar kecuali dengan mentaati dan berhukum dengan hukum Allaah, Alla berfirman:
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS An Nisa 65.
Aplikasi dari tauhid uluhiyah terkait dengan syareat/hukum ini adalah kaum muslimin wajib hukumnya untuk mendukung dan memilih pemimpin yang beriman, ya pemimpin pemerintahan maupun pemimpin kemasyarakatan dan lainnya. Karena itu kaum muslimin tidak boleh tabu politik, dengan berjuang untuk mencapai kekuatan mayoritas dan tidak menjadikan/memilih kaum kafir sebagai pemimpin, barang siapa menjadikan orang kafir sebagai pemimpin maka gugurlah imannya,Allah berfirman :
janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali[192] dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan hanya kepada Allah kembali (mu).( QS Al Imran 28).
[192] Wali jamaknya auliyaa: berarti teman yang akrab, juga berarti pemimpin, pelindung atau penolong.
Tauhid Sifat dan Asma.
Tauhid Sifat dan Asma adalah pernyataan/ikrar seorang hamba pada permulaan ke-Islamannya, dengan mengucapkan dua kalimat syahadat yang menetapkan keyakinan dengan meniadakan keberadaan semua Tuhan selain Allah (nafi) dan meneguhkan (itsbat) pada sifat Allah yang Maha Esa, kalimat ini dikenal sebagai syahadat tauhid, dan mengikrarkan syahadat rasul yang menetapkan keyakinan bahwa Muhammad saw adalah nabi dan rasulullah. Pengucapan kedua kalimat syahadat itu merupakan rukun pertama dari 5 rukun Islam yang wajib dijalankan semua kaum beriman.
Kemudian, sesudah itu ia meyakini bahwa Allah SWT bersifat dengan berbagai sifat kesempurnaan, tanpa ada kekurangan atau cacat, dan Allah itu berbeda dengan semua yang ada, hal ini berdasarkan keterangan dan ketetapan Allah SWT atas Dzat-Nya sendiri, atau keterangan Rasulullah saw dari sifat dan asma yang disebut dalam kitab suci dan sunnah, tanpa penyimpangan lafalnya atau maknanya, tidak boleh menyerupakan Allah dengan sifat makhluk.
Seperti dimaklumi bahwa aqidah tauhid itu naik-turun atau muncul-tenggelam dalam hati manusia, karena itu Kitab dan sunnah mengajarkan agar seorang mukmin mengondisikan diri dengan berbagai amalan sunnat yang dapat meneguhkan aqidah tauhidnya, khususnya dengan amaliyah dzikrullah, dimana dengan banyak mengikrarkan atau mengucapkan kalimat-kalimat yang baik itu akan memperteguh keimanannya. Allah berfirman :
tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik[786] seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, 24. pohon itu memberikan buahnya pada Setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. 25. (QS Ibrahim).
[786] Termasuk dalam kalimat yang baik ialah kalimat tauhid, segala Ucapan yang menyeru kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran serta perbuatan yang baik. kalimat tauhid seperti laa ilaa ha illallaah.
Allah SWT mengajarkan untuk menjaga aqidah tauhid agar tetap kokoh dan kuat dengan memerintahkan agar setiap mukmin memanfaatkan sebagian waktunya dengan berdzkir untuk memahasucikan,memuji dan mengagungkan Allah karena itu Allah berfirman :
Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya) 39. dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan Setiap selesai sembahyang. 40( QS Qaaf).
Dalam Kitab Sunnan Kubra pada bab no 529 tentang Tahlil sesudah salam, hadits no 1263, disebutkan dari Muhammad bin Suja’ Al Marwadzi, dari Isma’il dari Al Hujjaj bin Abi ‘Utsman, dari Abu Zubair, bahwasanya ia mendengar Abdullah bin Zubair berpidato di atas mimbar ia berkata: adalah Raslullah saw bila salam (dari shalat) beliau membaca :
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ، وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ، أَهْلُ النِّعْمَةِ وَالْفَضْلِ وَالثَّنَاءِ الْحَسَنِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ‏.‏
Terjemah : tidakada Tuhan selain Allah yang maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya kerajaan dan puji-pujian, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu, tidak ada daya dan kekuatan kecuali milik Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, dan kita tidak menyembah kecuali kepada-Nya, yang memiliki nikmat, keutamaan dan pujian yang baik, tidak ada Tuhan selain Allah, dengan ihlas hanya karenanya menjalankan agama, walaupun benci orang-orang kafir itu.
Tauhid sifat dan asma juga mengajarkan agar seorang muslim hendaknya diilhami oleh asma dan sifat Allah SWT yang sesuai dengan kedudukannya sebagai hamba Allah, dengan memahami, mensifati dan mengamalkannya sebagai doa. Allah berfirman :
hanya milik Allah asmaa-ul husna[585], Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya[586]. nanti mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.(QS Al A’raaf : 180).
Ayat di atas menegaskan bahwa pengamalan asma Allah itu diperintahkan, tetapi dalam pengamalannya agar tidak menyimpang dari kebenaran yang ditentukan syareat, seperti:
● Lebih mengutamakan sifat kasih-sayang dari pada sifat kekerasan. Karena Allah berfirman :
Kami lebih mengetahui tentang apa yang mereka katakan, dan kamu sekali- kali bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka. Maka beri peringatanlah dengan Al Quran orang yang takut dengan ancaman-Ku. (QS Qaaf ayat 45).
● Mengesakan-Nya dengan menumbuhkan rasa kasih sayang diantara sesama mukmin, bersikap tegas terhadap kaum kafir, dan tidak mencintai kekafirannya, walapun tetap harus menjaga toleransi (tasamuh). Allah berfirman :
kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka Itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan Allah. ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung. (QS Al Mujadilah 22).
● Menjaga keseimbangan sifat keras dan halus. Sifat keras digunakan saat diiperlukan seperti mengahadapi musuh dalam peerangan, atau menghadapi penjahat, sifat kasih sayang diterapkan dilingkungan masyarakat, keluarga kaum mslimin, karena itu Rasulullah saw mendapat peringatan Allah ketika beliau bersifat keras di lingkungan kaum muslimin sendiri, Allah berfirman :
159. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS Asy Syuura).
[246] Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.
● Bila mengamalkan asma-asma kekuatan dan kekerasan supaya berhati-hati agar tidak timbul sifat takabbur, karena asma Allah yang menunjukkan kekuatan dan kekerasan itu adalah sifat mutlak Allah yang diilustraskan sebagai jubah kebesaran Allah, dan mahluk tidak boleh memakainya kecuali pada kondisi yang sangat diperlukan. Disebutkan dalam hadits:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ وَأَبِي هُرَيْرَةَ قَالَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ((يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى:الْعِزُّ إِزَارِيْ وَالْكِبْرِيَاءُ رِدَائِ فَمَنْ يُنَازِعَنِي عَذَّبْتُهُ )) فهو سبحانه الجبار المتكبر . جاء في حديث الإمام مسلم برقم ( 2620 )
Dari Abi Sa’id Al Khudzriy dan Abi Hurairah ia berkata, telah bersabda Rasulullah saw : telah berfirman Allah Ta’ala: kemuliaan adalah sarung-Ku dan kesombongan itu jubah-Ku, maka siapa memakainya Aku akan mengazabnya. (Hadits Riwayat Muslim no 2620), Shahih.
● Karena itu dalam pengamalan asma dianjurkan mengamalkan asma Allah secara kesluruhan sesuai keterangan hadits nabi, yang menerangkan 99 nama Allah, maka baginya pengamanya dijamin dengan surga.
Thariqah Sebagai Aplikasi Tauhid Asma dan sifat.
Pengertian dan dalil-dalil Tarekat.
Thariq secara bahasa berasal dari kata tharaqa artinya memukul atau mengetuk seperti mengetuk pintu, karena itu alat pemukul disebut “mithraqah”, dan orang yang datang di waktu malam, untuk masuk rumah ia perlu mengetuk pintu yang sudah dikunci. Bila dikaitkan dengan amalan dzikir dalam majlis tarekat, salah satu metode dzikirullah dalam halaqah adalah cirikhas dzikir secara ritmis dan mengetukkan atau menghentakkan bacaan pada titik konsentrasi dengan menyatukan pikiran, perasaan dan gerak fisik untuk mengalirkan bacaan dzikir ke dalam dada dan hati yang mengeras, agar dada menjadi lapang dan hati menjadi lunak lantaran dzikirnya itu. Dalam surat At Thariq Allah berfirman:
Demi langit dan yang datang pada malam hari, Tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu? (yaitu) bintang yang cahayanya menembus, (QS At Thaariq 1-3).
Ayat 1-3 dari surat At Thariq ini tidak akan banyak makna bila tidak difahami dengan ta’wilnya. Tarekat dari kata “thariq” yaitu planet yang muncul di waktu fajar, maksudnya adalah bintang Fajar yang menjadi tanda datangnya waktu fajar saat imsak menjelang shalat subuh hingga datang shalat subuh, dimana waktu itu adalah waktu yang harus dijaga bila seorang muslim bertarekat untuk mencari ridha Allah. Pada ayat 2 dan ke 3 dari surat At Thaariq juga bermakna bahwa tarekat itu jalan untuk mendapat pancaran Nur Allah hingga menerangi hati yang tadinya gelap menjadi bersinar laksana bintang yang cahayanya menembus kegelapan, dengan terangnya hati maka akan menerangi perjalanan hidup yang penuh dengan rintangan, cobaan dan ujian.
Thariq jamaknya thawaariq juga berarti kejadian yang dialami baik terjadi di siang hari atau malam hari, mengalami kejadian yang baik atau yang buruk, dan salah satu disiplin tarekat yang lurus selalu menerapkan ta’awudz (perlindungan), isti’anah (mohon pertolongan) kepada Allah dari kejelekan yang mungkin akan menimpanya, kemudian memohon kebaikannya. Karena itu salah satu dari doa Nabi saw yang beliau baca adalah :
أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ طَوَارِقِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، إِلاَّ طَارِقًا يَطْرُقُ بِخَيْرٍ يَا رَحْمَانُ
Saya berlindung kepada-Mu dari kejelekan kejadian malam dan siang, kecuali kejadian yang terjadi dengan baik wahai yang maha Pemurah..
Dalam surat jin kata Thariiqah jamaknya tharaa-iq secara umum berarti jalan, cara atau metode, secara khusus berarti sirrah, cara/gaya hidup, keadaan perilaku, madzhab atau garis kehidupan yang ditaati dan di jalani, yang kepribadian terbaik diantara kaumnya, yang menggambarkan orang yang menjadi contoh bagi kaumnya. Allah berfirman :
وَأَنْ لَوِ اسْتَقَامُوْا عَلَى الطَّرِيْقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا، لِنَفْتِنَهُمْ فِيْهِ وَمَنْ يُعْرِضْ عَنْ ذِكْرِ رَبِّهِ يَسْلُكْهُ عَذَابًا صَعَدًا
Dan bahwasanya: Jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak). Untuk kami beri cobaan kepada mereka padanya. dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan Tuhannya, niscaya akan dimasukkan-Nya ke dalam azab yang amat berat. (QS. Jin 16-17).
Turunnya ayat ini, dikarenakan ketika Nabi saw berdakwah di Mekah orang-orang kafir Quraisy selalu memusuhi dan menganiaya, maka Nabi saw berdo’a agar Allah menjadikan tahun tahun itu seperti tahunnya Nabi Yusuf as yaitu tahun paceklik yang panjang karena Allah tidak menurunkan hujan, diriwayatkan oleh Masruq ta dari Ibnu Mas’ud ra ia bercerita:
إِنَّ قُرَيْشًا أَبْطَئُوْا عَنِ اْلإِسْلاَمِ فَدَعَا عَلَيْهِمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «اَللّهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَيْهِمْ بِسَبْعِ كَسَبْعِ يُوْسُفَ» فَأَخَذَتْهُمْ سّنَّةً «3» حًتَّى هَلَكُوْا فِيْهَا وَأَكَلُوْا الْمَيْتَةَ وَالْعِظَامَ، وَيَرَى الرَّجُلُ مَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ كَهَيْئَةِ الدُّخَانِ، فَجَاءَهُ أَبُوْ سُفْيَانَ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدٌ! جِئْتُ تَأْمُرُنَا بِصِلَةِ الرَّحْمِ، وَإِنَّ قَوْمَكَ قَدْ هَلَكُوْا، فَادْعُ اللّهَ. فَقَرَأَ فَارْتَقِبْ يَوْمَ تَأْتِي السَّماءُ بِدُخَانٍ مُبِينٍ. إِلَى قَوْلِهِ عَائِدُوْنَ (اَلدُّخَانُ/ 10- 15)… رَوَاهُ الْبُخَارِي) «4».
Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata, Yang meliputi manusia. inilah azab yang pedih. (mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, lenyapkanlah dari kami azab itu. Sesungguhnya kami akan beriman”. Bagaimanakah mereka dapat menerima peringatan, padahal Telah datang kepada mereka seorang Rasul yang memberi penjelasan, Kemudian mereka berpaling daripa- danya dan berkata: “Dia adalah seorang yang menerima ajaran (dari orang lain) lagi pula seorang yang gila”. Sesungguhnya (kalau) Kami akan melenyapkan siksaan itu agak sedikit Sesungguhnya kamu akan kembali (ingkar). (QS Ad Dukhaan 10-15). Hadits Bukhari.

Sesudah mereka mengalami kesulitan hingga para petinggi kafir kuraisy memakan makanan yang tidak layak dimakan, seperti memakan tulang, tikus, dan lain lain, mereka tahu bahwa kesulitan mereka itu disebabkan do’a Nabi saw. Maka mereka menemui Nabi saw untuk meminta agar berdoa kepada Allah supaya mencabut tahun paceklik itu, dengan suatu janji kesanggupan bahwa mereka akan beriman kepada Allah dan mengakui Kenabian beliau. Maka Nabi berdoa untuk itu, dan Allah mencabut tahun paceklik itu, tetapi pada kenyataannya mereka tetap saja mengingkari peringatan Allah dan mendustakan seruan Nabi-Nya.
Karena itu tarekat lurus adalah jalan yang ditempuh dengan keikhlasan dan keridhaan bukan jalan yang ditempuh disaat banyak mengalami persoalan hidup yang tidak bisa dipecahkan, kemudian melarikan diri ke dunia tarekat, kemudian manakala persoalan hidupnya telah teratasi tarekat itu ditinggalkannya.
Al Quran menggunakan kata “tarekat” yang bermakna bahwa Islam adalah gaya hidup, cara hidup, dan metodelogi untuk meningkatkan kualitas rohani umat, dengan memadukan faktor hakekat (bathiniyh) dan faktor eksternal (syareat). Seorang muslim akan gersang, kering rohaninya dan lemah imannya bila tidak melibatkan kajian, pemahaman dan pengamalan unsur hakekat karena dialah ruh/jiwa dan kekuatan dari bangunan agama. Lidah Arab sendiri memaknai thariqah sebagaimana di katakan Imam Al Qurthuby:
تَقُوْلُ الْعَرَبُ: فُلاَنُ عَلَى الطَّرِيْقَةِ الْمَثُلَى يَعْنُوْنَ عَلَى الْهُدَى الْمُسْتَقِيْمِ.
Orang Arab mengatakan: Fulan di atas tarekat matsula berarti di atas petunjuk yang lurus dan Allah berfirman:
قَالُوْا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنْزِلَ مِنْ بَعْدِ مُوْسَى مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِيْ إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيْقٍ مُسْتَقِيْمٍ (30)
Mereka berkata: “Hai kaum kami, Sesungguhnya kami Telah mendengarkan Kitab (Al Quran) yang Telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. (QS: Al Ahqaaf ayat 30).
Ayat diatas adalah ucapan pemimpin jin yang benar, ketika mengajak kaumnya untuk menempuh jalan/tarekat yang lurus, setelah mendengar bacaan Al Quran yang mereka fahami maksudnya, sehingga Allah mengabadikan ucapannya yang benar itu menjadi bagian dari Al Quran. Ayat ini juga mengandung penjelasan 2 bagian yaitu lafal “yahdi ilal haqqi” menunjukkan kepada kebenaran syareat dan lafal “ wa ilaa thariiqim mustaqiim” yang menunjukkan pada kebenaran hakekat, sebagai penyempurna kebenaran syareat. Tarekat terkait dengan tashawwuf, tetapi dari segi lafal kata, dalam Al Quran dan hadits, tarekat memiliki dasar yang lebih banyak, lebih kuat dan makna yang terkandung dalam istilah ini menuntut kajian dan pembelajaran karena ia merupakan nilai-nilai yang diungkap dalam Quran dan hadits untuk memelihara dan meningkatkan kualitas iman dan merupakan metode untuk memperkaya dan pencerahan rohani dan kepribadian.
Tarekat adalah cara hidup untuk menjaga kemurnian akidah, ibadah, mengenal (ma’rifat) kepada Allah yang Maha ghaib dan menjaga hubungan dekat kepada-Nya, karena itu tarekat yang lurus tidak mencampur aduk ajaran haq dengan hal batil yang tidak bersumber dari ajaran Islam, seperti bid’ah, tahayul, khurafat bahkan syirik.
Mempelajari ilmu syareat perlu pembelajaran dengan membaca menulis, penjelasan dan mempraktekkan, maka orang akan dapat mengamalkannya, untuk memahami masalah hakekat yang bersifat bathiniyah perlu adanya tarekat, sebagai suatu pendekatan ruhani yang penting dikaji dan di amalkan agar manusia memiliki integritas, kesalehan pribadi dan sosial dalam fungsi khalifatullah di alam dunia.
Setiap mukmin sekurang-kurangnya 5 kali berdo’a memohon petunjuk jalan yang lurus yaitu ketika membaca “ihdinas shirathal mustaqiim” hingga selesainya surat Al Fatihah, praktis 17 kali dalam sehari semalam ia memohon petunjuk jalan lurus di saat shalat wajib. Jalan yang diminta itu dalam bahasa wahyu disebut al shiratu al mustaqiimu, keadaan yang lurus/benar dikatakan istiqamah.
Banyak ungkapan Al Quran yang menunjukkan makna jalan seperti shirath, sabil, syari’, thariqah, minhaj millah, madzhab, tetapi dapat kita bedakan menjadi dua sesuai karakter masing-masing, shirathun mustaqiim, yaitu jalan hidup yang benar (Al Haqq) berdasar ketentuan syareat, yang ditempuh dengan mempelajari, memahami, mentaati dan mengamalkan syareat Islam yang berdasarkan wahyu kerasulan, sedangkan thariqun mustaqim yaitu jalan hidup yang benar secara (hakekat) berdasarkan ajaran yang bersumber dari wahyu kenabian. Kebenaran hakekat atau hakiki dapat dicapai dengan tarekat sebagai metode pembelajaran, pemahaman, pengamalan dan pemeliharaan ruhani dalam hidup dan kehidupan.
Apakah Kaitan Aqidah Tauhid dengan thariqah itu?
Pertama, thariqah adalah bentuk aplikasi Tauhid Asma dan Shifat yang dilaksanakan dengan pengamalan dan penghayatan dzikrullah, riyadhah, mujahadah, dan istighatsah sebagai tawassul masyru’iyyah (tawassul berdasar ketetapan syareat Islam). Adapun shirath adalah aplikasi tauhid Uluhiyyah yang dilaksanaan dengan menjalankan ketetapan syareat Islam secara tertib seperti; shalat, puasa, zakat, haji, kepemimpinan, dll.
Kedua, thariqah adalah jalan atau metode, untuk merawat, menjaga dan memelihara kondisi rohani, serta meningkatkan kualitas iman yang bersifat hakekat-batiniyah, agar seorang mukmin memiliki kekayaan rohani, terbebas dari berbagai penyakit hati yang melemahkan imannya.
Syareat Islam menetapkan kuwajiban perawatan dan penjagaan jasmani untuk menjaga kebersihan dan kesucian sebagai syarat pelaksanaan ibadah, karena itu setiap mukmin diwajibkan mandi janabat bila hadats besar, berwudhu bila hadats kecil, menghilangkan najis bila terkena kotoran. Dapat kita bayangkan bila beberapa tahun kuku dan rambut panjang tidak dipotong, daki badan menumpuk tidak dibersihkan, gigi tidak di gosok, apa jadinya?
Demikian juga dengan rohani manusia bila nafsu ammarah dan lawwamah tidak dikendalikan, bila sifat rakus dan tamak tidak dihilangkan, maka tauhid asmak dan sifat tidak akan dapat diaplikasikan, dan manusia akan menjadi mahluk yang bengis dan kejam, manusia akan menjadi hamba hawa nafsunya, yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
Ketiga tarekat adalah jalan untuk menemukan iman yang diterima Allah (iman makbul), yakin dan istiqamah dalam agama yang diridhoi Alah SWT, karena ada beberapa kreteria iman yang mardud (iman yang ditolak), seperti :
Keimanan orang-orang kafir, Allah berfirman :
Katakanlah: “Pada hari kemenangan itu tidak berguna bagi orang-orang kafir, iman mereka dan tidak pula mereka diberi tangguh.” (QS As Sajdah 29).l
Keimanan orang musyrik sebagaimana firman Allah :
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (QS Az Zumar 3).

Keimanan tanpa amal dan iman yang terlambat Allah berfirman:
yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan Malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka) atau kedatangan (siksa) Tuhanmu atau kedatangan beberapa ayat Tuhanmu[524]. pada hari datangnya ayat dari Tuhanmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau Dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. (QS. Al An’am 158).
Rasulullah saw bersabda:
لاَ يَقْبَلُ إِيْمَانٌ بِلاَ عَمَلٍ؛ وَلاَ عَمَلٌ بِلاَ إِيْمَانٍ ‏(‏طب‏)‏ عن ابن عمر ‏(‏ح‏)‏9980-
Tidak diterima Iman (saja) tanpa amal (saleh) dan amal (saja) tanpa iman. (Hr. Thabrani dari Ibnu Umar, sanad : hasan).
Iman yang bercamur dengan perbuatan zhalim, Allah berfirman :
orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al An’am 82).
Keimanan kaum munafiq, Allah berfirman :
Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya Amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan. (QS Al Munafiqun 1-2)
Keimanan orang yang tidak mau ittiba pada Allah dan Rasul-Nya, Allah berfirman :
dan kamu tidak beriman (yang benar) kecuali bagi orang yang telah mengikuti agamamu.” (QS Ali Imran 73).
Dengan bertarekat maka seorang mukmin pada hakekatnya sudah melangkah menuju pada iman yang sebenarnya, dan insya Allah akan mencapai maqam yakin, sebagaimana dikatakan oleh shahabat nabi saw Ibnu Mas’ud ra yang mengatakan bahwa yakin itu adalah iman secara kesluruhan.
Tarekat yang menyimpang.
Tidak semua thariqah itu berada dalam kebenaran, karena thariqah itu jalan rohani yang ditempuh manusia, ada beberapa tarekat yang tidak sesuai dengan ketentuan kitabullah dan sunnah rasul, yaitu tarekat sesat (dholal) dan tarekat menyimpang (inkhiraf) yang dilakukan manusia hingga menyimpang dari kebenaran(al haq), tarekat sesat ditempuh kaum kafir dan musyrik pelindung mereka adalah syetan, mereka diberi istidraj seperti sihir atau kesuksesan dalam rejeki, Allah berfirman:
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka, kecuali jalan ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (QS An Nisa 168-169).
Tarekat nkhiraf (menyimpang), adalah tarekat yang dilaksanakan dikalangan kaum muslimin karena pada dasarnya mereka memeluk Islam, tetapi thariqah yang mereka jalankan itu menyimpang dari aqidah ahlus sunnah wal jamaah, hingga melakukan perbuatan syirik, seperti mengkultuskan tokohnya, bertawasul ghairu masyru’, melakukan perbuatan bid’ah.
Perbedaan antara shirat dan tarekat.
Shiratat berbeda dengan tarekat, dari segi sumber, shirat bersumber dari wahyu kerasulan dan tarekat bersumber dari wahyu kenabian. Sebagaimana kita ketahui bahwa Muhammad saw adalah nabi dan rasul, artinya beliau menyampaikan agama Islam itu meliputi dua unsur tersebut, dan semuanya telah beliau sampaikan tidak ada yang beliau sembunyikan, karena beliau itu bersifat tabligh. Allah berfirman :
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu (QS Al Ahzaab 40).
Sebagai rasul beliau mengajarkan shirathal mustaqim, sebagai nabi beliau mengajarkan tarekat yang lurus (thariqum mustaqim), karena itu seorang shahabat yaitu Abdullah bin Busri bersaksi terhadap seorang lelaki yang bertanyanya pada rasulullah saw, disebutkan dalam hadits Tirmidzi :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْرِ اَلصَّحَابِيْ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ‏:‏ أَنَّ رَجُلاً قَالَ: يَارَسُوْلَ اللَّهِ‏!‏ إِنَّ شَرَائِعَ اْلإِسْلاَمِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَيَّ فَأَخْبِرْنِيْ بِشَيْءٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ، فَقَالَ: “لاَ يَزَالُ لِسانُكَ رَطْباً مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ تَعَالَى”. قَالَ التِّرْمِذِيُّ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ.(كِتَبُ اْلأَذْكَارِ رواه الترمذي باب قراءات) ە٣٤٣
Dari Abdullaah bin Busri ra (Shahabat Nabi) bahwasanya ada seorang laki-laki berkata: “Wahai Rasulullah sungguh syareat Islam itu telah banyak padaku maka beritahu- kanlah aku suatu amalan yang akan aku pegang teguh dengannya” Beliau bersabda: Hendaklah lesanmu selalu berkomat-kamit untuk dzikrullah Ta’ala.” (Hr Tirmidzi, hadits Hasan).
Hadits di atas menunjukkan dengan jelas bahwa shahabat itu telah banyak menerima ajaran syareat, kemudian ia memohon agar Nabi saw memberinya amalan diluar wilayah syareat, yaitu tarekat, karena tarekat itu amalan yang banyak dihiasi dengan dzikir dan do’a sebagai suatu pegangan yang tetap dan terus diamalkan secara langgeng.
Apakah faedah mempelajari dan mengamalkan ilmu tarekat?
Faedah mempelajari ilmu tarekat dan mengamalkannya adalah agar menjadi manusia beruntung atau dalam istilah jawa (bejo), ada pepatah wong pinter iku kalah karo wong bejo, artinya orang pandai itu kalah dengan orang beruntung, tetapi untuk mendapat keberuntungan tidak sekedar untung-untungan (kebetulan) tanpa usaha, dzikir dan doa disertai mujahadatun nafsi tidak akan menjadi orang bejo..
Manfaat lain dari tarekat, dengan bertarekat ada proses pembaharuan dan penguatan iman, hingga mencapai yakin, Dengan kajian dan amalan tarekat akan terbentuk pribadi yang memiliki kelembutan hati dan ketajaman mata batin sebagai perangkat spiritual/rohani untuk menangkap sinyal ilahiyah, seperti ilham, firasat, alamat, dan pancaran nur Allah yang diperlukan bagi perjalanan hidup umat manusia guna menghadapi tantangan yang dihadapinya. Allah berfirman :
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda. (QS Al Hijr 75).
Lafal “mutawassimin” berdasar riwayat Tirmidzi dan Al Hakiim dalam Kitab “Nawaadirul Ushuul” dari Abi Sa’id Al Khudzry dari Rasulullah saw yaitu orang-orang mutafarrisiin (orang –orang yang mampu memahami dan menyikapi firasat dari Tuhannya), dan dari riwayat Abu ‘Isa dan Tirmidzi dari Abi Sa’id Al Khudzry dari Rasulullah saw beliau bersabda:
اِتَّقُوْا فِرَاسَةَ الْمُؤْمِنِ فَإِنَّهُ يَنْظُرُ بِنُوْرِ اللهِ – ثُمَّ قَرَأَ – “إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٌ لِلْمُتَوَسِّمِيْنَ” (رواه الترمذي عن أبي سعيد الحذري)
Jagalah oleh kalian firasat orang mukmin karena sesungguhnya ia itu melihat dengan nur Allah, kemudian beliau membaca “inna fii dzaalika la aayaatul lil mutawassimiin”.( Hr. Tirmidzi dari Abi Sa’id Al Khudzry).
Usman bin Affan ra menceritakan bahwa Anas bin Malik datang kepadanya sesudah ia melewati pasar dan ia melihat wanita (dengan pandangan syahwat) maka setelah melihatnya Usman berkata : telah datang kepadaku salah seorang diantara kalian dan di kedua matanya ada bekas zina, maka Anas berkata kepadanya: apakah ini sebagai wahyu sesudah rasulullah saw? Usman berkata : bukan tetapi keterangan, firasat dan kebenaran. Hal-hal seperti ini banyak ditemukan pada para shahabat dan tabi’in radhiyallahu ‘anhum.
Tarekat merupakan jalan untuk mendapat kebaikan dunia akherat, dimana kebaikan itu tidak akan dicapai kecuali dengan memahami dan mengamalkan syareat Islam serta mampu menerima ilham ilahiyyah karena itulah rasulullah saw bersabda:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَيُّوبَ ، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ ، عَنِ الأَعْمَشِ ، عَنْ أَبِي وَائِلٍ ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ وَيُلْهِمْهُ رُشْدَهُ ” . مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ وَيُلْهِمْهُ رُشْدَهُ رقم الحديث: 560 حديث مرفوع
Barangsiapa dikehendaki Allah memperoleh kebaikan maka difahamkan dalam agama dan diilhamkan kepadanya keterangan-keterangan-Nya. (Hr. Abdullah bin Masud, Hadits Marfu ).
Manfaat dari segi nafsiyyah maka tarekat berfungsi untuk menkondisikan diri agar mampu mencapai kondisi diri (nafsu) yang muthma-innah, karena nafsu muthma-innah itulah yang dipanggil Allah untuk masuk ke dalam surga sebagaimana firman Allah Ta’ala:
Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku. (QS Al Fajr 27-30)
Dalam bahasa Al Quran, muthmainnah adalah keadaan diri yang tenang, dan ketenangan diri itu bergantung pada kondisi hati, bila hatinya tenang maka akan tenanglah jiwanya. Allah menjelaskan bahwa tenangnya hati lantaran dzikrullah sebagaimana firmna-Nya:
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenang. (QS Ar Ra’du 28)

4 Comments

  1. Ping balik: Aqidah Islam (Manhaj Aqidah Imam Asy Syafii)

  2. Ping balik: Manhaj ‘Aqidah Imam Asy Syafi’i – Harga 130rb diskon 20% | quotes :

Tinggalkan komentar