TAFSIR IQRA’

Ust M. Darowi

Lima ayat pertama dari Surat Al ’Alaq adalah ayat Qur’an yang turun petama kali, sebagaimana pandangan sebagian besar mufassirin, Jibril menurunkannya kepada Nabi Muhammad saw penutup para nabi, dan menyempurnakan penyerahannya, disaat beliau

melaksankan ibadah  dalam gua Hira.

Meskipun nas Al Quran Al Karim ini  dengan kalimat singkat, fasih dan jelas, tapi fakta dan makna yang terkandung di dalamnya sangat luas, sebagaimana yang akan kita ungkapkan  dalam kajian berikut ini:

Bukhari meriwayatkan dalam “Shahihnya” dari Aisyah ra, dia berkata: Yang pertama-tama dari awal dari ke-rasululan saw adalah mimpi yang benar, kemudian  datang malaikat kepadanya, dan ia berkata: (Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan, Yang menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah dan Tuhanmu Maha Mulia) (QS Al ‘Alaq :1-3).

Dibuka Surat ini dengan kata (bacalah)yang mengindikasikan  bahwa nabi saw akan menjadi seorang pembaca, kemudian aktifitas membaca ini  menjadi suatu amal perbuatan yang diperintahkan untuk menegakkan bagi seluruh umatnya, yang merupakan kunci untuk semua kebaikan.

Dalam surat ini kata “iqra” dengan sighat (bentuk)kata perintah disebutkan dua kali, yaitu pada ayat pertama dan ketiga, hal ini mengisyaratkan bahwa missi pertama dan utama beliau adalah memberantas kebodohan, dalam konteks iman, ilmu dan amal. Iqra pada ayat pertama mengandung makna membaca berkaitan dengan nikmat ciptaan dan pengadan(Khalqun wa ijaadun), hal ini pelajaran dari firman Allah: (Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan, yang menciptakan manusia dari segumpal darah).

Ayat di atas juga bermakna legalitas  (pengesahan) Allah SWT atas kejadian manusia melalui proses biologis, dimana sebelum turunnya wahyu pertama ini, teori kejadian manusia masih simpang siur, dan pada masa sebelum kemajuan iptek, semua kaum muslimin mempercayai dan meyakininya, kemudian pada era ilmu pengetahuan dan teknologi modern, ayat-ayat yang mengungkap kejadian manusia terbukti kebenarannya secara detail.

Iqra kedua pada ayat ke tiga: perintah membaca terkait dengan nikmat pemberian dan pengembangan (imdaadun) rahmat kepada manusia yang membuktikan kemurahan dan kemuliaan Allah kepada hambanya sesuai pelajaran dari ayat : (Dan bacalah dengan nama Tuhanmu yang Maha Mulia). Karena itu semua aktifitas berkaitan dengan aktifitas membaca baik tujuan, bahan dan hasil tidak boleh terpisah dari wilayah Ilahiyah, sebagaimana perkembangan ilptek di Negara-negara Barat, yang telah memisahkan ilmu pengetahuan dengan keyakinan agama, yang dampaknya juga mempengaruhi pada kurikulum pendidikan di negara dan atau masyarakat Islam. Yang pola ini kemudian menjadi faham sekulerismem yaitu polarisasi (memisahkan) urusan dunia dengan agama yang menjadi sumber kerusakan moral manusia.

Pemahaman membaca.
Membaca mempunyai makna sempit dan luas, makna sempitnya adalah memberantas buta huruf hingga mampu membaca dan mengamalkan bacaannya.

Karena itu sejarah mencatat sesudah selesai perang Badar kaum musyrikin banyak yang menjadi tawanan. Kemudian mereka minta dibebaskan dengan membayar uang tebusan, tiap orang antara 1-4 ribu dirham, bagi yang tidak mampu membayar diberi peluang mengajar membaca dan menulis dengan mendapat bayaran, tetapi bayaran mereka selama mengajar dipergunakan sebagai tebusan.(Lihat sirah Ibnu Hisyam Juz awal tentang tahanan).

Dalam proses pembelajaran, kemampuan membaca dan menulis menjadi pintu gerbang pertama bagi perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Khususnya dalam Islam pembelajaran membaca, menulis dan berbahasa dengan bahasa Al Quran dimana Allah berfirman:

كِتَابٌ فُصِّلَتْ ءَايَِاتُُهُ قُرْءَانَا عَرَبِيًّا لِقَوْمٍ يَعْلَمُوْنَ (قصلت 3)

Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui (QS Fusshilat 3)

Umar bin Khathab berkata: pelajarilah bahasa Arab karena sesungguhnya bahasa Arab itu termasuk bahagian dari agama kalian.

Membaca dalam konteks ritual juga berarti ekspresi rasa syukur seorang hamba kepada Tuhan-Nya atas nikmat yang dilimpahkan dengan melaksanakan ibadah seperti shalat, membaca Al Quran, berdoa dan dzikrullah, yang semuanya terkait dengan bacaan dan tulisan. Berhubungan dengan bacaan itu Allah berfirman:

أَلَّذِيْنَ ءَاتَيْنَهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُوْنَهُ حَقَّ تِلآوَتِهِ أُلَئِكَ يُؤْمِنُوْنَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولئِكَ هُمُ الْخَاسِرُوْنَ

Orang-orang yang Telah kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, Maka mereka Itulah orang-orang yang rugi. (QS Al Baqarah 121)

Dalam hadits Nabi saw menerangkan :

“من قرأ حرفاً من كتابِ الله فله به حسنة, والحسنة بعشرٍ أمثالها,لا أقول الم حرف ولكن ألف حرف ,ولام حرف,وميم حرف”. رواه الترمذي

“Barang siapa membaca Al Quran satu huruf saja dari Kitabullah maka baginya satu kebaikan, dan setiap satu kebaikan dilipat sepuluh, aku tidak mengatakan alif lam miim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf.” (Hadits Tirmidzi).

عن عائشة رضي الله عنها قالت : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” الماهر بالقران مع السفرة الكرام البررة , والذي يقرا القران ويتتعتع فيه , وهو عليه شاق له أجران ” . (رواه البخاري) ( 2200 (

Diriwayatkan oleh Aisyah ra ia berkata: telah bersabda Rasulullah saw: hamba yang mahir Al Quran beserta Safaratil Kiramil Bararah, dan yang kesulitan membaca Quran dan berat, naka baginya 2 pahala. (Hr. Bukhari) no 2200.

Membaca dalam pengertian luas adalah: pengkajian ilmu pengetahuan secara intensif, dengan membaca dan mendalami ayat-ayat qauliyyah (teks ayat) maupun  ayat-ayat kauniyyah (alam yang tergelar), sehingga menemukan berbagai manfaat bagi hidup dan kehidupan umat manusia, Dengan kajian mendalam sesuai disiplin ilmu maka akan dapat diketahui rahasia perintah dan larangan Allah SWT atas hambanya yang memberi tuntunan syareat untuk keselamatan manusia bukan untuk mempersulit atau menyusahkannya dan terutama semakin menambah keyakinan akan keagungan Allah SWT.. Dalam kaitan ini kita kembali pada firman Allah SWT pada ayat 4 dan 5 dari surat Al ‘Alaq:

أَلَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِ – عَلَّمَ الإنْسَانَ مَالَمْ يَعْلَمْ (العلق 1-4)

Dialah yang mengajarkan dengan pena. Mengajarkan manusia apa yang tidak diketahui. (QS Al ‘Alaq 4-5).

Kaitan ilmu dengan aktifitas membaca.

Cukup jelas bahwa membaca adalah sarana mencapai ilmu, yang mana ilmu adalah salah satu sifat dari sifat-sifat kemuliaan Allah SWT yang Maha Suci. Karena itu keselamatan manusia sangat ditentukan oleh kesucian niat dan perilakunya, bila suci niat dan perilakunya maka iptek akan berhasil mencapai tujuan, yaitu mengangkat derajad yang lebih mulia, sebaliknya bila niat dan perilakunya tidak suci maka iptek akan membawa kerusakan bahkan bencana sebagaimana dilakukan kaum terroris maupun kuruptor.

Karena itu membaca dalam konteks ilmu dan amal meliputi: – membaca dengan lisan – membaca dengan pikiran – membaca dengan hati – membaca dengan perbuatan. Dalam proses pembelajaran, membaca lesan sangat penting pada tahab awal, karena ucapan lesan yang terdengar jelas akan beresonansi di dalam telinga hingga menanamkan konsep dengan kuat. Dalam ibadah ritual membaca lesan tetap diperlukan dan termasuk amal yang disukai Allah SWT hal ini dikatakan Nabi saw:

أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ تَعَالَى أَنْ تَمُوْتَ وَلِسَأنُكَ رَطْبٌ مِنْ ذِكْرِ اللهِ (رواه ابن  حبان, طبراني وابن ماجه عن معاذ جص 11)

Amal-amal yang paling disukai Allah adalah disaat ajal lidahmu basah karena Dzikir kepada Allah. (Hr. Ibnu Hibban Thabrani dan Ibnu Majah dari Mu’adz, Jami’us Shaghir 11).

Dari segi syiar Islam, suara jahr dari bacaan dzikir dan do’a merupakan syiar Islam yang membawa kedamaian dan ketentraman.

Membaca dengan fikiran (Ra’yun) adalah kegiatan intektual untuk melatih kecerdasan, sikap kritis dan rasional, karena agama yang lurus itu tidak bertentangan dengan prinsip logika ilmiah. Bahkan berlakunya syareat tergantung dari akal pikirannya, karena hukum syareat dicabut bagi orang yang hilang akalnya, sebagaimana hadits nabi saw :

عَنْ عَلِيٍّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ( رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ : عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَشِبَّ وَعَنْ الْمَعْتُوهِ حَتَّى يَعْقِل ) .

Dari ‘Aliy bahwasanya Rasulullah saw bersabda: diangkat pena (hukum) dari 3 keadaan, orang yang tidur hingga bangun, anak-anak hingga baligh, dan dari orang gila/hilang akal hingga ia berakal.

Karena itu kedudukan akal dalam Islam adalah untuk: mengenal dan memahami maksud ibadah, mengambil ‘ibrah (pelajaran) dari peristiwa yang terjadi,menjadi syarat berlakunya syareat/hukum, berfikir kritis dari segala tahayul, taqlid dan bid’ah, untuk menghindari segala madharat dan mencari jalan selamat.

Memebaca dengan hati artinya mengondisikan hati dengan sifat ihlas dan membersihkan dari sifat sifat tercela seperti takabur, nifaq, hasad dan riya, kemudian mengisinya dengan sifat sifat mulia yang menjadi dasar akhlak yang mulia. Sifat-sifat tercela pada hakekatnya adalah kotoran jitam yang menutup mata-hati dan pendengaran hati, tanpa pembersihan kotoran ini maka hilanglah kemampuan hati untuk membaca hakekat kebenaran ilmu-Nya. Karena itu Allah berfirman :

كََلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُووْبِهِمْ مَاكَانُوْا يَمْسِبُوْنَ – كَلّاَ إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوْبُوْنَ

Jangan sekali-kali (demikian), tetapi apa yang selalu mereka lakukan itu menjadi noda hitam yang menutupi hati mereka. Jangan sekali-kali Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat) Tuhan mereka. (QS Al Muthaffifin 14-15).

Membaca dengan perbuatan adalah mengambil hikmah dari semua perilaku dan amal perbuatan yang dilakukan sesudah mengkaji konsep ilmunya, atau mengambil pelajaran dari pengalaman yang telah dilakukannya yang bermanfaat untuk meningkatkan kualitas iman secara kesluruhan yang disebut sebagai yakin seperti kata Abdullah bin Mas’ud ra yang terkait dengan Bukhari:

الصبر شطر الإيمان، واليقين الإيمان كله

Sabar itu sebagian dari iman, dan yakin itu iman kesluruhannya,

dan kalimat ini adalah mutiara kebahagiaan, dan tak banyak ulama saleh dari golongan Salaf yang membicarakannya karena telah banyak dan banyak terlalaikan oleh orang orang hingga tidak muncul kerahasiaannya dan tidak mengikuti ucapannya, padahal pernyataan singkat ini mengandung makna yang sangat agung, maka Abdullah ra menjadikan sabar itu sebagai syarat iman, dan menjadikan yakin adalah iman secara kesluruhan.

Keimanan shahabat dekat Nabi saw sudah sampai pada puncak keyakinan seperti kata ‘Amr bin Qais ra: “andaikan dibuka hijab neraka dan surga tidak akan bertambah keyakinanku.” Demikian juga Ali bin Abi Thalib ra berkata: “seandainya saya melihat surge dan neraka tidak akan bertambah keyakinanku karena sesungguhnya aku sudah melihat keduanya melalui rasulullah yang membaca: Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.(QS An Najm 17).

9 Comments

  1. Assalamualaikum… Mau sdikit mengoreksi. Sbelum anda menulis artikel ini, harusnya ada pelajari dulu sosok karkter/tokoh yg ada dalam surah tersebut. Krn secara tidak langsung anda mengatakan Muahammad SAW buta huruf. Kata Iqra. Memiliki makna yg luas, dan trdiri dri 3 bagian yg penting dlm kehidupan. Makax jibril sampai 3 x menyebutkan kata Iqra (maaf krn keterbatasan sy dlm menjelaskan dlm forum ini tdk bsa sy jelaskan) intinya : apa yg tdk bisa dilakukan oleh Baginda Rasulullah ??? Mulai dri Nabi Adam as – Nabi Isa as tdk ada yg mampu memberikan syafaat kcuali Beliau. Cahaya matahari sj tdk dpat menembus Nur yg ada dlm Nur Muhammad (cahaya dlm cahaya). Bgmna bisa kekasih Allah tdk mengetahui apa yg dsampaikan oleh Allah?? Sdangkan Muhammad trcipta dri sbagian Nur Allah. Dan kenapa wahyu pertama lebih menitikberatkan ttg masalah ilmu/kbodohan… Apakah spenting itu smpai” awal keberadaan manusia, tujuan manusia dmuka bumi, kematian yg benar mnjadi point stelah ilmu(memberantas kbodohan)??? Sy bisa katakan itu salah besar… ” Dia lah yg Awal & Dia lah penutup” bgaimana bsa manusia yg memiliki banyak keterbatasan mengatakan Bagina buta huruf. Sebaikx anda mengakaji ulang ayat tersebut n hati” trhadap ahli tafsir… Terlebih lagi apa yg anda tulis, krn anda sndiri yg membuat umat muslim menggap bahwa Nabi Muhammad memiliki kkurangan (buta huruf).

  2. Ping balik: MEMAHAMI MAKNA IQRO | Filsafat Berfikir

Tinggalkan komentar